November
30
2017
     09:12

Cegah Penyakit untuk Mendukung Peningkatan Produksi Perikanan

Cegah Penyakit untuk Mendukung Peningkatan Produksi Perikanan

JAKARTA (29/11/2017) – Saat ini konsumsi makan ikan masyarakat Indonesia mencapai 43 kg per kapita per tahun, masih kalah dibanding negara-negara lain. Untuk mencapai target makan ikan 53 kg per kapita pada 2019, produksi perikanan budidaya menjadi andalan utama, yang diharapkan dapat menyusul perikanan tangkap. Salah satu yang menjadi isu utama adalah penyakit ikan dan udang. Dengan upaya penurunan tingkat penyakit tersebut, maka harapannya produktivitas perikanan dapat ditingkatkan. Demikian disampaikan Direktur Jenderal Perikanan Budidaya, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Slamet Soebjakto, Rabu (29/11/17), di Sekolah Tinggi Perikanan (STP) Jakarta.

Dengan didampingi Ketua STP Mochammad Heri Edy, hal tersebut ia sampaikan pada saat membuka Seminar Nasional Outlook Penyakit Ikan dan Udang 2018 dengan tema “Menjaga Stabilitas Produksi dan Memenangkan Kompetisi di Pasar Global.” Pada kesempatan yang sama, ia juga melantik pengurus Indonesian Network on Fish Health Management (INFHEM) Periode 2017-2020. Ia berharap, organisasi INFEM dapat mencegah penyakit ikan di Indonesia untuk membantu mewujudkan produksi ikan dan udang yang keberlanjutan.

“Fenomena alam pasti ada, tapi kita mau kematian ikan menurun. Yang overcapacity di perairan umum, kita atur, kita tertibkan. Di Waduk Jatiluhur sudah turun, di Danau Toba juga sudah turun. Kita jaga kelestarian lingkungannya,” ujar Slamet.

Ia juga menyampaikan, peningkatan produksi budidaya perikanan didorong berbasis kawasan, sehingga akan memudahkan dalam penataan kawasan budidaya, meningkatkan produktivitas, menjaga keamanan pangan, dan menjaga lingkungan menuju usaha budidaya perikanan yang berkelanjutan.

Menurutnya, penataan kawasan budidaya menjadi penting, salah satunya bahwa setiap tambak udang harus memiliki Instalasi Pengolah Limbah (IPAL) yang akan mencegah penularan penyakit. Dalam satu kawasan budidaya perikanan juga diharapkan menjadi satu kluster, sehingga memudahkan tata kelola usaha yang baik dengan memperhatikan penggunaan benih unggul, kepatuhan terhadap Standard Operational Procedure (SOP) budidaya, pengelolaan air dan lingkungan, pencegahan penyakit, serta pemberian pakan dan biosekuritas.

Slamet juga menyampaikan, produk vaksin ikan laut masih sangat terbatas dibandingkan ikan air tawar, padahal saat ini mulai didorong kegiatan marikultur. Pada 2017 dimulai budidaya karamba offshore di tiga lokasi, yaitu Pangandaran, Karimunjawa dan Sabang. Budidaya offhsore ini akan membesarkan ikan Kakap Putih (Baramundi), dimana untuk mencegah penyakit diperlukan vaksin yang saat ini belum ada yang memproduksi vaksi ikan laut tersebut. Budidaya ikan laut karamba offshore memerlukan Sumber Daya Manusia (SDM) yang menguasai cara budidaya ikan yang baik di karamba offshore, yang berbeda dengan budidaya di tambak maupun di kolam.

Untuk itu, ia berharap STP dapat menyiapkan SDM guna memenuhi kebutuhan tersebut. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah melalui kegiatan magang di tiga pilot project budidaya perikanan offshore. Selain itu, Penyuluh Perikanan juga diperlukan untuk menunjang usaha budidaya perikanan berbasis kluster dan kawasan. Diperlukan penyuluh spesialis dalam bidang penyakit ikan selain penyuluh produksi budidaya karena masalah penyakit memerlukan keahlian tertentu agar dalam melaksanakan budidaya perikanan, masyarakat didampingi penyuluh yang memadai keahliannya.

Sementara itu, Ketua STP Mochammad Heri Edy menyambut baik sinergi antara STP dengan berbagai pihak di bidang perikanan budidaya ini, antara lain Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya dan INFHEM. Menurutnya INFHEM menjaga Indonesia dari serangan penyakit ikan dan udang menuju produktivitas yang berkelanjutan.

“INFHEM menjaga stabilitas produksi ikan dan udang di Indonesia, sehingga organisasi ini menjadi mitra strategis. Hal ini sangat bermanfaat bagi masyarakat luas, khususnya masyarakat pembudidaya di sektor kelautan dan perikanan,” ujar Heri.

Terkait bidang perikanan budidaya ini, Heri mengatakan, STP memiliki Program Studi (Prodi) Akuakultur. Terkait perlunya penyuluh perikanan yang disampaikan Dirjen Perikanan Budidaya, STP juga memiliki Prodi Penyuluhan Perikanan. Prodi-Prodi tersebut merupakan dua dari enam Prodi yang dimiliki STP pada jenjang Diploma 4. Selain itu, STP juga menyelenggarakan Program Pascasarjana. Para lulusan STP tersebut, dibekali sertifikat keahlian yang diakui kompetensinya dan siap untuk mendukung pembangunan nasional di sektor kelautan dan perikanan.

Ia juga mengapresiasi terselenggaranya acara pada kesempatan ini. “Tak disangka, pesertanya banyak yang datang jauh-jauh dari luar kota, memiliki kepedulian yang tinggi terhadap perikanan budidaya, khususnya di bidang pencegahan penyakit ikan dan udang. Mencegah lebih baik daripada mengobati. Mari kita bersama-sama bahu-membahu mensukseskan program pemerintah di sektor kelautan dan perikanan,” tambahnya.

Hadir pada acara ini tiga narasumber seminar. Yang pertama, Slamet Budi Prayitno, Guru Besar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Diponegoro, membawakan materi outlook penyakit ikan dan udang 2018. Kedua, Yuri Sutanto, Ketua Seksi Penelitian dan Pengembangan (Litbang) INFHEM, membawakan materi trend penyakit udang di Indonesia. Terkahir, Taukhid dari Instalasi Litbang Pengendalian Penyakit Ikan, yang membawakan materi penyakit pada budidaya ikan.


Release Terkini

No Release Found

Terpopuler


2024 © Kontan.co.id A subsidiary of KG Media. All Rights Reserved